|
|
Bermain bagi anak merupakan kegembiraan dan kesibukan
yang penting. Dalam bertanya seni rupa dapat menimbulkan kegembiraan.
Kegembiraan anak nampak dan terlihat disebabkan oleh keaktifan atau kesempatan
bergerak, bereksperimen, berlomba dan berkomunikasi. Dapat pula dilihat betapa
senangnya anak-anak berkarya melalui seni rupa, mereka akan bergerak-gerak
dengan sadar atau tidak, mencoba-coba sesuatu yang diinginkan.
Seni rupa adalah salah satu cabang
kesenian,seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan perasaan manusia yang
diwujudkan melalui pengolahan median dan penataan elemen serta prinsip-prinsip
desain.
Seni rupa merupakan realisasi imajinasi
yang tanpa batas dan tidak ada batasan dalam berkarya seni. Sehingga dalam
berkarya seni tidak akan kehabisan ide dan imajinasi. Dalam seni rupa murni,
karya yang tercipta merupakan bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Sehingga
objek yang dibuat merupakan hasil dari satu atau lebih dari media yang ada
(sebagai catatan bahwa media atau bahan seni di dunia juga tidak terbatas).
Dalam berkarya seni, tidak pernah ada
kata salah dan juga tidak ada yang mengatakan salah pada karya yang telah
diciptakan.
Pada usia 2 tahun-an
anak mulai merespon gerak motoriknya untuk melakukan proses menggambar, baik
itu dalam bentuk coret-coratan ataupun yang lain sebagainya. Bahasa yang mulai
dilakukan oleh anak-anak usia 2 tahun-an yaitu bermula dari bahasa ucapan,
verbal, visual, dan kemudian motorik. Dimana pada bahasa visual dan motorik
harus selalu sejalan.
Anak-anak mulai suka
menggambar pada usia 2 tahun. Makin bertambahnya usia kesukaan menggambar itu
mulai berkurang. Maksudnya, nantinya pada usia 15 tahunan anak sudah dapat
memilih kearah mana yang lebih dominan pada dirnya, ke bidang seni atau bidang
lainnya. Dapat dilihat grafik di bawah
ini:
Para peneliti Barat, seperti Sir Cyril Burt (dalam Read, op. Cit.), Viktor Lowenfeld and W.
Lambert Brittain Brittain (1970: 89 - 221 dan 255 - 313) melakukan penelitian
tentang perkembangan proses menggambar pada anak-anak. Selain itu, para
peneliti asal Indonesia juga melakukan penelitian yang sama, yaitu Amir Hamzah
Nasution dan Oejeng Soewargana (1968: 107 - 111). Bahasan Amir dan Oejeng,
memang, menggunakan contoh gambar buatan anak-anak Indonesia, tetapi pendekatan
kajiannya menggunakan pendekatan Barat. Pada penelitia mereka terdapat
perbedaan-perbadaan antara masaperkembangan dan usia pada anak. Lebih jelasnya
perbedaan-perbadaan itu terdapat pada tabel di bawah ini.
Perkembangan
Proses Menggambar Pada Anak-anak
No.
|
Masa Perkembangan
|
Nama Peneliti
|
Usia Anak
|
1
|
Masa Corengan
|
Sir Cyril Burt
|
Usia 2 - 5 tahun
|
Masa Corengan
|
Viktor Lowenfeld dan
W. Lambert Brittain
|
Usia 2 - 4 tahun
|
|
Periode Menggores
|
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng
Soewargana
|
Sampai usia 3 tahun
|
|
2
|
Masa Garis
|
Sir Cyril Burt
|
Usia 4 tahun
|
Masa Prabagan
|
Viktor Lowenfeld dan
W. Lambert Brittain
|
Usia 4 - 7 tahun
|
|
Periode Skema
|
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng
Soewargana
|
Usia 3 - 7 tahun
|
|
3
|
Masa Perlambangan Terurai
|
Sir Cyril Burt
|
Usia 5 - 6 tahun
|
-
|
Viktor Lowenfeld dan
W. Lambert Brittain
|
-
|
|
-
|
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng
Soewargana
|
-
|
|
4
|
Masa Realisme Terurai
|
Sir Cyril Burt
|
Usia 7 - 8 tahun
|
Masa Bagan
|
Viktor Lowenfeld dan
W. Lambert Brittain
|
Usia 7 - 9 tahun
|
|
Periode Bentuk dan Garis
|
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng
Soewargana
|
Usia 7 - 9 tahun
|
|
5
|
Masa Realisme Cerapan
|
Sir Cyril Burt
|
Usia 9 - 10 tahun
|
Masa Realisme
|
Viktor Lowenfeld dan
W. Lambert Brittain
|
Usia 9 - 12 tahun
|
|
Periode Silhuet
|
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng
Soewargana
|
Usia 9 - 10 tahun
|
|
6
|
Masa Represif
|
Sir Cyril Burt
|
Usia 11 - 14 tahun, terutama Usia
13 tahun
|
Masa Naturalisme Semu
|
Viktor Lowenfeld dan
W. Lambert Brittain
|
Usia 12 - 14 tahun
|
|
Periode Perspektif
|
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng
Soewargana
|
Usia 10 - 14 tahun
|
|
7
|
Masa Kebangkitan Rasa Artistik
|
Sir Cyril Burt
|
Usia 15 tahun
|
Masa Kepastian
|
Viktor Lowenfeld dan
W. Lambert Brittain
|
Usia 14 - 17 tahun
|
|
-
|
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng
Soewargana
|
-
|
1. Masa
Coreng-Moreng (Scribbling Period)
Kesenangan membuat goresan pada
anak-anak usia dua tahun bahkan sebelum dua tahun sejalan dengan perkembangan
motorik tangan dan jarinya yang masih menggunakan motorik kasar. Hal ini dapat
kita temukan anak yang melubangi atau melukai kertas yang digoresnya.
Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2 -
3 tahun belum
menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti
perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan
goresan terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal ini tentunya
berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang masih mengunakan motorik kasar.
Kemudian, pada perekmbangan berikutnya penggambaran garis mulai beragam dengan
arah yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis
melingkar. Periode ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu:
Ø corengan tak
beraturan,
Ø corengan
terkendali, dan
Ø corengan
bernama.
Ciri gambar yang dihasilkan anak pada
tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang, mencoreng
tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan berupa lingkaran dan
memiliki semangat yang tinggi corengan
terkendali ditandai dengan kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap
coretan yang dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara
koordiani antara perkembangan visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini
terbukti dengan adanya pengulangan coretan garis baik yang horizontal,
vertical, lengkung , bahkan lingkaran.
Corengan bernama merupakan tahap akhir
masa coreng moreng. Biasanya terjadi menjelang usia 3 - 4 tahun,
sejalan dengan perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol goresannya bahkan
telah memberinya nama, misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”, dan lain-lain. Kesenangan
menggunakan warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul terhadap karya yang
dibuatnya. Penggunaan warna pada masa ini lebih menekankan pada penguasaan
teknik-mekanik penempatan warna berdasarkan kepraktisan penempatannya
dibandingkan dengan kepentingan aspek emosi. Pada masa mencoreng, bila anak
difasilitasi oleh orang tua maka akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi
dalam hal garis dan bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari
ada hubungan gambar dengan lingkungannnya. Hal yang paling penting yang harus
dilakukan oleh orang tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian
terhadap karya yang sedang dibuat anak sehingga tercipta kemampuan komunikasi
anak dengan orang deswasa secara melalui bahasa.
2. Masa Pra Bagan
(Pre Schematic Period)
Usia anak pada tahap ini bisanya berada
pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas awal. Kecenderungan umum pada tahap
ini, objek yang digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah
lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis
sebagai pengganti kedua kaki. Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini
yaitu telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek
dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna belum
ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah,
coklat atau warna lain yang disenanginya.
3. Masa Bagan
(Schematic Period)
Pada masa ini, konsep bentuk mulai tampak lebih jelas.
Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar
atau rebah (tampak pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat
tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan rebah
ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan
dibuatnya garis pijak (base line). Usia anak pada masa ini berkisaran 7 - 9 tahun.
4. Masa Realisme
Awal (Early Realism)
Pada periode Realisme Awal, karya anak
lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun
berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan.
Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa
ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam
menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya.
Pemahaman warna sudah mulai disadari. Warna biru langit berbeda dengan biru air
laut. Penguasan konsep ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi
bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan
garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain
seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan
kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan
kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.
5. Masa
Naturalisme Semu
Pada masa naturalisme semu, kemampuan
berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada
seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek
lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe
visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan
lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan
rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe
haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih
banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Ada sesuatu yang unik pada masa ini, di
mana pada satu sisi anak ekspresi kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan
intelektualnya berkembang dengan sangat pesatnya. Sebagai akibatnya, rasio anak
seakan-akan menjadi penghambat dalam proses berkarya.
6. Periode
Penentuan
Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri.
Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan
melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat
akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini
peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan
manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni bukan urusan
seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan terhindar dari
sentuhan.
Sumber:
http://rupasenirupa.blogspot.com/2009/08/nilai-psikologis-gambar-bagi-anak-anak.html
http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/10/konsep-konsep-dasar-seni-rupa-anak-sd.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar